Salah seorang ahli waris mengadang alat berat demi melindungi tanah adat Tongkonan |
Pembangunan tower listrik bertegangan tinggi di areal tanah Tongkonan Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan menuai penolakan. Bahkan warga nekat mengadang alat berat milik PT Malea Energy yang hendak masuk di tanah adat Tongkonan itu.
Aksi nekat yang dilakukan wanita bernama Masinna Embong Bulan terjadi di Desa Rano Utara, Kecamatan Rano, Kabupaten Tana Toraja beberapa waktu lalu. Video aksi nekatnya itu beredar luas di media sosial.
Dalam video itu, Masinna terlihat mengadang alat berat milik PT Malea Energy. Dia menghentikan aktivitas pembangunan tower yang dilakukan perusahaan PT Malea Energy seorang diri.
Dia juga terlihat meneriaki operator alat berat untuk segera berhenti namun tidak digubris. Sehingga Masinna nekat menaiki alat berat yang sedang beraktivitas.
"Tidak boleh, jangan diteruskan pekerjaan. Ini tanah Tongkonan leluhur kami," kata Marsinna dalam video viral tersebut.
Pembangunan tower itu ditolak oleh sejumlah ahli waris pemilik tanah tersebut. Pasalnya tanah tersebut sudah dianggap sebagai tanah adat.
"Di dalam video itu juga salah satu ahli waris tanah Tongkonan Bua' Puru bernama Masinna Embong Bulan. Memang kami ahli waris Tongkonan dan warga Desa Rano Utara kecewa perlakuan perusahaan PT Malea yang membangun tower di areal tanah adat kami," jelas salah seorang ahli waris Tongkonan Elka Rerung, Jumat 6 Oktober 2023.
Elka menyebut pembangunan tower bertegangan tinggi di area tanah adat akan mengganggu eksistensi rumah adat Tongkonan. Keberadaan tower juga bisa merusak beberapa peninggalan sejarah nenek moyang warga Desa Rano Utara.
"Tanah adat ini tidak boleh dimasuki sembarang. Harus ada persetujuan ahli waris tanah Tongkonan dan pemuka adat. Perusahaan ini tiba-tiba langsung ada aktivitas tanpa sepengetahuan kami. Wajar kalau kami warga dan ahli waris tanah adat marah," ucapnya.
Kata dia, pihak perusahaan mengklaim sudah membeli sebagian kawasan tanah adat dari salah seorang ahli waris. Namun, dirinya menegaskan tanah Tongkonan tidak diperjual belikan tanpa kesepakatan dari semua rumpun keluarga ahli waris Tongkonan.
"Tanah Tongkonan ini dimiliki satu rumpun keluarga yang ada darahnya keluar dari Tongkonan. Tanah ini tidak untuk diperjualbelikan. Ini kan tanah adat. Kecuali adat musyawarah dan persetujuan satu rumpun keluarga Tongkonan," ucapnya.
Elkan menguraikan sejumlah bangunan peninggalan nenek moyangnya yang berada di tanah adat tersebut. Di antaranya 6 Tongkonan (rumah tradisional Toraja), sumur, dan liang yang dibuat leluhur terdahulu.
Dia mengungkapkan sudah melakukan upaya untuk mempertemukan warga dengan pihak PT Malea. Namun sampai saat ini tidak ada titik terang dari pihak perusahaan. Mereka justru memilih tidak menghadiri pertemuan itu.
"Kami tidak melarang pembangunan perusahaan, asalkan di luar areal tanah Tongkonan. Kita mau mempertemukan warga dan perusahaan tapi perusahaanya tidak datang. Mereka justru mau benturkan kita," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Direktur PT Malea Energy, Victor Datuan Batara enggan menanggapi penolakan warga. Dirinya ngotot dan mengklaim lokasi tersebut sudah dijual ke PT Malea dari ahli waris.
"Ini sudah klir. Yang jual itu saudaranya sendiri sesuai bukti kepemilikan yang dipunyai. Protes itu yang menjual lokasi," katanya.
Dirinya menjelaskan, lokasi itu rencananya akan dibangun tapak 6 tower listrik bertegangan tinggi yang berfungsi untuk mensuplai aliran listrik.
"Enam dibangun lokasinya jadi tapak tower tempat bergantungnya kabel transmisi untuk mensuplai listrik," tandasnya.
PT Malea merupakan salah satu perusahaan yang dimiliki mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang berada di Kecamatan Makale Selatan, Tana Toraja. Perusahaan penghasil listrik dari energi air bersumber dari aliran Sungai Saddang. (*)