Tradisi adat Mappalili di Kota Parepare |
Dalam sambutannya, Akbar Ali mengatakan, Mappalili merupakan acara tradisi adat yang patut dilestarikan. Selain itu juga merupakan sebuah wadah untuk berkumpul antara masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan pemerintah.
"Mungkin kegiatan ini sederhana bagi kita, tetapi sangat banyak kandungan pesan moral yang disampaikan, bahwa bagaimana kita bersama-sama menyaksikan, bahwa ternyata kita ini butuh terhadap alam, dan alam pun butuh dengan kita," kata Akbar Ali.
Kepala Pusat Strategi Kebijakan Politik Hukum dan Pemerintahan Dalam Negeri di Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BKSDN) Kemendagri ini mengatakan, kebutuhan manusia terhadap alam perlu dijaga seluruh elemen masyarakat.
"Kebutuhan kita terhadap alam perlu kita jaga dan kita kelola baik-baik dengan tidak sewenang-wenang terhadap alam," ungkapnya.
"Kemudian makna kedua adalah bahwa untuk memulai sesuatu sebaiknya kita melaksanakan sesuai tuntunan agama kita yaitu melaksanakan doa bersama," tambahnya.
Pejabat Kemendagri kelahiran Sidrap ini mengaku sangat merindukan suasana seperti Mappalili. Mengingat, dirinya telah berkarir di Jakarta selama 35 tahun.
"Saya hampir 35 tahun tinggal di Jakarta. Bagi saya suasana seperti ini sangat mahal. Andaikan saya bisa berkantor disini, saya berkantor di sini. Karena udara disini paling sehat, beda dengan Jakarta polusinya tinggi," pungkasnya.
Mappalili merupakan adat yang dilakukan sebelum musim tanam padi. Mappalili dilakukan dengan mengajak masyarakat setempat untuk berkumpul di rumah adat atau biasa disebut Balla Lompoa (kalompoang).
Setelah itu, tokoh masyarakat atau keturunan raja yang biasa disebut karaeng akan diarak turun ke sawah sebagai tanda bahwa musim tanam telah masuk dan sebagai bentuk doa agar kegiatan menanam padi diberikan keberkahan, serta berlangsung lancar sehingga masyarakat dapat menuai hasil panen yang banyak.
Tradisi ini merupakan ritual turun-temurun yang dilaksanakan oleh masyarakat Bugis kuno yang dikenal dengan sebutan Bissu. Komunitas ini terkenal di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, yaitu di Pangkep, Bone, Soppeng, dan Wajo.