Oleh: Ketua PC Fatayat NU Kota Parepare
Hari Kartini bukan sekadar peringatan seremonial setiap 21 April. Ini adalah pengingat akan nyala juang seorang perempuan yang melampaui batas zamannya demi membuka pintu ilmu, suara, dan harga diri perempuan Indonesia. Di Parepare, tanah yang dijunjung dengan adat dan nilai Bugis yang dalam, perjuangan Kartini menemukan cerminan pada semangat Siri’ na Pacce.
Siri’, atau harga diri, bukan sekadar simbol kehormatan. Ia adalah jiwa perempuan Bugis yang tak ingin dihina karena ketidakmampuan, kebodohan, atau ketertinggalan. Maka seperti Kartini yang menolak gelapnya keterkungkungan, perempuan Bugis juga diajari untuk masseddi siri’—malu jika tidak memberi manfaat, malu jika tidak belajar, malu jika menyerah.
Sementara itu, Pacce—rasa empati mendalam—menghidupkan semangat sipakatau, memperlakukan sesama dengan mulia. Itulah landasan kerja-kerja sosial Fatayat NU di Parepare. Kami percaya, perjuangan perempuan hari ini bukan hanya tentang kemajuan diri, tapi bagaimana kita saling sipakainge’, sipakalebbi’, dan siparappe’ di tengah dunia yang penuh tantangan.
Seperti Kartini yang menulis dalam gelap untuk menerangi generasi, kami para perempuan Bugis berkomitmen menyalakan cahaya ilmu, iman, dan aksi sosial di ruang-ruang publik, pesantren, dan kantor-kantor pemerintahan.
Perempuan Bugis adalah Kartini yang menyulam harga diri dalam do’a dan kerja, menjahit harapan dengan kearifan lokal dan iman yang teguh.
Selamat Hari Kartini.